Tugu Jogja, Saksi Bisu Kebangkitan Kota Jogja

Kamis, 30 Januari 2014

Jogja memang tidak pernah lepas dari ikonnya yang sudah terkenal seantero nusantara, ialah Tugu Jogja. Monumen ini letaknya berada tepat di tengah perempatan Jalan Jend. Sudirman, Jalan A.M Sangaji dan Jalan Diponegoro. Tugu Jogja ini usianya sudah hampir 3 abad dan memiliki makna yang dalam sekaligus menyimpan rekaman sejarah kota Jogja. 
Tugu Jogja, Saksi Bisu Kebangkitan Kota Jogja
Tugu Yogya
Tugu ini didirikan kira-kira setahun setelah keraton Jogja berdiri. Saat awal berdirinya, tugu ini secara tegas menggambarkan Manunggaling Kawula Gusti, semangat persatuan rakyat dan penguasa untuk melawan penjajahan. Semangat persatuan atau yang disebut dengan golong gilig itu tergambar jelas pada tugu. Tiangnya berbentuk gilig (silinder) dan puncaknya berbentuk golong (bulat), sehingga disebut tugu golong gilig.
 
Tugu mulai berubah pada tahun 1867 akibat guncangan gempa yang melanda Jogja dan telah meruntuhkan tugu Jogja. Bisa dibilang saat tugu runtuh inilah merupakan masa transisi sebelum makna persatuan benar-benar tak tercermin lagi dalam tugu.
Tugu Jogja, Saksi Bisu Kebangkitan Kota Jogja

Perbedaan bentuk antara Tugu Golong Gilig dengan Tugu Jogja yang sudah direnovasi

Keadaan benar-benar berubah pada tahun 1889, saat pemerintahan Belanda merenovasi bangunan tugu. Tugu dibuat dengan bentuk persegi dengan tiap sisi dihiasi semacam prasasti yang menunjukkan siapa saja yang terlibat dalam renovasi itu. Bagian puncak tugu pun tak lagi bulat, melainkan berbentuk kerucut yang runcing. Ketinggian bangunannya juga menjadi lebih rendah dari semula. Sejak saat itu, tugu Jogja disebut sebagai De Witt Paal atau tugu pal putih. Perombakan bangunan ini sendiri sebenarnya merupakan taktik Belanda untuk mengurangi semangat persatuan antara rakyat dan raja. Namun melihat perjuangan rakyat dan raja di Jogja yang berlangsung sesudahnya bisa diketahui upaya tersebut tidak berhasil.
 
Sore hingga tengah malam, ada penjual gudeg di pojok Jalan Diponegoro. Kamu bisa menikmati gudeg dengan duduk lesehan sambil menikmati pemandangan ke arah Tugu Jogja yang bermandikan cahaya pada malam hari.
 
Masih berada di Jalan Diponegoro, terdapat sebuah hotel yang bisa menjadi alternatif kamu untuk menginap, yaitu Amaris Hotel Jogja. Salah satu hotel di Jogja ini terletak di pusat kota Jogja tepatnya di jalan Diponegoro 87. Hotel ini menawarkan kamar-kamar dengan TV satelit layar datar. Hotel ini memiliki bagian penerima tamu 24 jam, parkir pribadi gratis dan restoran. Kamar di Amaris Diponegoro dilengkapi brankas, telepon dan meja kerja. Kamar mandi en suite dilengkapi dengan fasilitas shower. Kamu bisa menikmati Wi-Fi gratis di lobi dan membeli minuman dari mesin penjual otomatis. Parkir pribadi gratis juga tersedia untuk kamu. Layanan lainnya yang disediakan amaris mencakup binatu dan dry cleaning. Kalau kamu melakukan pemesanan sekarang, kamu akan mendapatkan diskon mulai dari 8%. Amaris Diponegoro berjarak kurang lebih 1,5 km dari pusat perbelanjaan yang sangat terkenal, Malioboro dan hanya berjarak sekitar 1 km dari stasiun kereta Tugu dan Tugu Jogja yang sangat bersejarah itu.
 
Tugu Jogja, Saksi Bisu Kebangkitan Kota Jogja
Tugu Yogya di Malam Hari
Bila kamu ingin memandangi Tugu Jogja sepuasnya sambil mengingat sejarahnya, tersedia bangku yang menghadap ke Tugu yang ada di Jalan Pangeran Mangkubumi. Pagi hari merupakan waktu yang tepat, saat udara masih segar dan masih belum banyak kendaraan yang berlalu lalang. Mungkin sesekali kamu akan disapa oleh senyum ramah loper koran yang hendak pergi ke kantor sirkulasi harian Kedaulatan Rakyat.
 

Begitu identiknya Tugu Jogja dengan kota Jogja sampai membuat banyak mahasiswa perantau menumpahkan rasa senangnya setelah dinyatakan lulus dengan memeluk atau mencium Tugu Jogja.

1 komentar