Keraton Kasunanan Surakarta, Peninggalan Kerajaan Mataram

Selasa, 04 Februari 2014

Surakarta atau yang lebih dikenal dengan sebutan Solo merupakan salah satu kota tertua di provinsi Jawa Tengah dengan beragam tempat yang menarik untuk dikunjungi. Budayanya yang masih kental, tradisi yang masih terjaga dengan baik serta keramahan ala kota Solo yang khas akan membuat siapa saja betah berlama-lama disini.

Nah kalo kamu kebetulan sedang ingin mengunjungi kota Solo dan ingin berlama-lama disini, kamu tidak perlu repot-repot mencari penginapan. Kamu bisa menginap di hotel Sunan Solo. Salah satu Hotel Solo ini memiliki kolam renang outdoor, lounge anggur, dan layanan spa yang lengkap. Hotel ini juga menawarkan Wi-Fi dan tempat parkir gratis. Kamar-kamar kedap suara di Sunan Hotel Solo dilengkapi dengan TV kabel, fasilitas pembuat kopi/teh, dan minibar. Kamar mandi pribadinya pun dilengkapi dengan fasilitas bathtub dan shower. Kamu bisa berolahraga di pusat kebugaran atau bersantai dengan teman-teman di ruang musik. Fasilitas lainnya mencakup salon kecantikan dan pusat bisnis. Sunan Hotel juga menyediakan jasa penyewaan mobil. Kamu bisa menikmati makanan di Airusushi Japanese Restaurant. Minuman disajikan di Coffee & Tea Lounge. Pilihan sarapan termasuk menu lokal, Amerika, dan Eropa. Kalo kamu melakukan pemesanan sekarang, kamu akan mendapatkan diskon mulai dari 8%. The Sunan Hotel Solo hanya 6 menit berkendara dari Stasiun Kereta Balapan dan 15 menit dari Bandara Internasional Adi Sumarmo. Hotel ini juga menyediakan antar-jemput bandara gratis. Letak hotelnya pun tidak jauh dari tempat-tempat menarik yang ada di Solo.

Kamu yang suka sejarah bisa singgah di Keraton Kasunanan Surakarta yang telah berdiri sejak ratusan tahun lalu dan merupakan penerus dari kerajaan Mataram Islam. Konflik internal dan campur tangan Belanda membuat kerajaan ini pecah menjadi Kasunanan Surakarta dan Kasultanan Yogyakarta pada tahun 1755 melalui perjanjian Giyanti. 

Keraton Kasunanan Surakarta
Keraton Kasunanan Surakarta
Perjalanan bermula di gerbang keraton paling utara yaitu Gapura Gladag. Gapura ini dijaga oleh 2 arca Dwarapala bersenjata Gada. Menyusuri jalanan yang teduh dengan pohon beringin tua di kanan dan kirinya. Keraton ini terletak masih satu komleks dengan alun-alun dan Masjid Agung. Sebuah pendapa terbuka besar berdiri megah tepat di seberang alun-alun, sementara bangunan utama keraton berada tepat di belakangnya. Di dalam bangunan utama ini ada sebuah museum yang pada zaman Paku Buwono X merupakan kompleks perkantoran. Bangunan ini terbagi dari 9 ruang pameran yang berisi aneka macam benda dan pusaka peninggalan keraton. Ada juga diorama kesenian rakyat dan upacara pengantin kerajaan lengkap dengan berbagai macam peralatannya. Terdapat sebuah lorong sempit yang menghubungkan museum dengan kompleks utama keraton. 

Untuk menghormati adat istiadat disini, tidak diperbolehkan memakai celana pendek, sandal, kacamata hitam dan baju tanpa lengan. Alas kaki pun harus dilepas dan pengunjung berjalan di atas pasir pelataran yang konon pasirnya diambil dari pantai selatan.
 
Pohon sawo kecik yang tumbuh di pelataran membuat udara lebih sejuk. Secara Jarwa Dhosok, nama pohon itu dimaknai sebagai lambang yang berarti Sarwo Becik atau serba baik. Yang membuat tempat ini semakin menarik adalah patung-patung bergaya Eropa yang menghiasi istana, sehingga menghasilkan kombinasi yang cantik antara arsitektur Jawa Kuno dan Eropa. Patung-patung ini merupakan hadiah dari Belanda karena memang dulunya Belanda sangat dekat dengan Kasunanan Surakarta. Yang menjadi ciri khas dari keraton ini adalah menara tinggi di sebelah selatan pelataran bernama Panggung Songgobuwono.
 
Jika belum puas menjelajahi bangunan keraton, kamu bisa menaiki becak dan menyusuri seluruh kompleks keraton. Sampai di alun-alun selatan, terlihat 2 gerbong kereta tua terparkir yakni kereta Pesiar Raja dan kereta Jenazah. Namun kereta ini sudah tidak lagi berfungsi karena rel-relnya sudah beralih fungsi menjadi pemukiman penduduk. Di sisi alun-alun yang lain, terlihat sekawanan kerbau putih yang terkenal dengan sebutan kebo bule Kyai Slamet yang dianggap kramat oleh masyarakat setempat dan selalu diarak saat kirab sekatenan atau kirab malam 1 sura.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar