Labuhan Merapi, Wujud Syukur Masyarakat Jogja

Selasa, 04 Februari 2014

Sleman yang merupakan salah satu kota di Yogyakarta memiliki keistimewaan tersendiri, seperti beragam upacara adat yang masih bertahan hingga saat ini. Salah satunya ialah Labuhan Merapi. Upacara ini dilakukan setiap setahun sekali pada tanggal 25 bulan Bakdamulud (Maulid Akhir) secara turun temurun tanpa mengurangi muatan sakralnya dan hanya boleh dilakukan atas perintah raja sebagai kepala pemerintahan, kepala kerajaan dan pemangku adat. Labuhan sendiri berasal dari kata labuh yang berarti persembahan. Untuk itu tujuan dari upacara ini adalah sebagai doa yang dipersembahkan untuk Tuhan atas rahmat dan anugerah yang diberikan kepada keraton dan rakyatnya. Juga sebagai penghormatan kepada leluhur yang menjaga Gunung Merapi.

Bagi masyarakat Yogyakarta, Gunung Merapi tidak hanya sekedar gunung tapi sudah menjadi simbol yang sakral dan mistis bagi kota ini dan juga masyarakatnya. Labuhan Merapi dilakukan oleh para abdi dalem keraton dan juru kunci Merapi. Upacara ini juga disakralkan oleh masyarakat Yogya dan masyarakat yang tinggal di sekitar gunung Merapi. Kesakralannya terdapat pada pranata keraton yang dilakukan secara khusus, khidmat dan tidak boleh dilakukan sembarang orang. Ketika upacara ini dilakukan, ribuan warga akan berbondong-bondong menapaki setiap prosesi. Mereka berjalan mengiringi para abdi keraton dan membawa benda-benda labuhan untuk diserahkan kepada leluhur mereka yaitu Kyai Sapu Jagad. 

Labuhan Merapi
Labuhan Merapi
Dengan berpakaian khas Yogyakarta, juru kunci dan semua abdi dalem keraton menjalankan semua prosesi upacara adat Labuhan Merapi. Dimulai dengan penerimaan perlengkapan labuhan dari keraton Ngayogyakarta di Pendopo kecamatan Cangkringan. Dilanjutkan dengan prosesi serah terima kepada juru kunci merapi. Perlengkapannya (uba rampe) sendiri terdiri atas 9 macam sesaji, yaitu sinjang kawung, sinjang kawung kemplang, desthar daramuluk, desthar udaraga, semekan gadung mlati, semekan gadung, seswangen, arta tindih dan kampuh paleng. Kemudian uba rampe akan diarak menuju Merapi dan disemayamkan di rumah juru kunci gunung merapi.

Labuhan Merapi juga dijadikan sebagai salah satu daya tarik wisata untuk mengenalkan kekayaan budaya asli Yogyakarta. Tak pelak tiap kegiatan ini diadakan selalu menarik perhatian para turis, terutama turis-turis mancanegara. Banyak dari mereka yang memang sengaja datang ke kawasan Cangkringan, Sleman untuk melihat upacara adat tersebut. Hal tersebut terlihat jelas saat pagelaran berlangsung, dimana para turis sangat antusias menyaksikannya. Mereka pun tidak hanya sekedar menonton tapi juga mengikuti rangkaian acara dari pagi hingga malam hari.

Masih berada di Yogyakarta, terdapat sebuah hotel yang bisa menjadi alternative menginap para turis yaitu hotel Sahid Yogyakarta. Hotel di Jogjakarta ini hanya berjarak 15 menit berkendara dari Jalan Malioboro dan 25 menit berkendara dari Bandara Internasional Adi Sucipto. Hotel Sahid Jogja juga menyediakan kamar-kamar modern dengan Wi-Fi gratis. Fasilitasnya mencakup spa, pusat kebugaran, dan kolam renang outdoor. Selain ber-AC dan memiliki jendela besar, kamarnya juga menawarkan teras, TV satelit layar datar dan telepon. Lalu kamar mandi pribadinya terdapat bathtub atau shower. Bisa juga memanjakan diri Anda di salon kecantikan yang ada di hotel ini atau nikmati pijat di spa. Meja depan 24 jam, meja layanan wisata dan layanan tiket menawarkan kenyamanan untuk Anda. Aneka hidangan Indonesia dan Barat juga disajikan disini. Jadi setelah puas mengikuti serangkaian upacara adat Labuhan Merapi, para turis bisa beristirahat senyaman-nyamannya di hotel ini.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar